BAKAT KETIDAKBERDAYAAN
Setiap manusia punya insting untuk menonjol. Mereka berlomba-lomba untuk menunjukkan keunggulan diri. Seolah tidak mau terlihat memiliki kekurangan atau kelemahan. Satu dengan yang lain berusaha untuk saling mengungguli.
Sikap ingin selalu menonjol kalau tidak dikelola dengan baik justru akan menjadi kerak yang mengotori kehidupan. Perlu bagi kita untuk sesering mungkin melihat sisi ketidak berdayaan kita sebagai manusia. Agar tumbuh kualitas kejiwaan sebagai hamba.
Menarik bagi kita untuk menyimak kisah populer yang disampaikan ulang oleh Muhammad Zaenuri di Republika pada 26 Juni 2019. Suatu hari yang sangat panas, khalifah Harun Al-Rasyid mengundang Ibnu Samak, seorang ulama, ke istananya di Baghdad untuk meminta nasihat. Sang khalifah meminta pelayanan untuk menghidangkan minuman.
Sebelum meminum Ibnu Samak bertanya kepada Khalifah, " Tuan, jika seteguk air sulit memperoleh dan susah mencarinya, sedangkan Tuan sudah sangat kehausan, berapakah kiranya Tuan mau menghargai seteguk air itu?
"Biarpun habis setengah kekayaanku, aku mau membelinya, ujar Sang Khalifah. "Minumlah tuanku, seteguk air itu yang kadang harganya lebih mahal dari setengah kekayaan! , ujar Ibnu Samak.
Setelah Khalifah minum, Ibnu Samak melanjutkan pertanyaan "jika air yang diminum tadi tidak mau keluar dari tubuh tuan, meskipun sudah bersusah payah untuk mengeluarkannya, berapa Tuan mau membayar agar air itu mau keluar?"
"Kalau air itu tidak mau keluar lagi, apa gunanya kemegahan dan kekayaan. Biarlah habis seluruh kekayaanku untuk mengobati diriku,sehingga air itu msu keluar,tutur Sang Khalifah".
Ibnu Samak melanjutkan, " Maka, tidakkah Tuan insyaf, betapa kecil dan lemahnya kita ini. Tibalah kita untuk bersyukur dan mengakui kelemahan kita dihadapan-Nya". Mendengar nasihat tersebut, Sang Khalifah kemudian menangis tersedu-sedu.
Membaca untaian hikmah tersebut sudah sewajarnya kita menyadari, bahwa ketidakberdayaan adalah fitrah alamiah manusia. Bukan untuk memupus diri, namun lebih sebagai pengingat bagi kita yang sering lupa diri.
Betapa untuk menyadarkan akan bakat ketidakberdayaan, Allah cukup membuat mekanisme dalam tubuh kita. Coba kita renungkan andaikan ada satu sistem tubuh yang dihentikan oleh Allah, betapa akan terlihat tak berdaya, seberapapun hebat dan berkuasanya manusia.
Maka, Pak Prie GS Allahu yarham, mengingatkan kita akan dua tempat yang bisa melatih bakat ketidakberdayaan kita agar tidak jumawa. Pertama rumah sakit, sebagai sebuah paradoks manusia yang berjuang dalam ketidakberdayaannya. Kedua adalah kuburan, sebagai tempat memupus segala keangkuhan manusia yang sering merasa digdaya dan berdaya.
Kesadaran sebagai mahluk yang selalu bergantung kepada Allah SWT harus selalu ditumbuhkan.Bukankah dalam QS. Al Ikhlas ayat 1- 2 disebutkan " Katakan Allah itu Esa (2) Allah tempat bergantung (2).
Ketika kita masih memiliki dualisme dalam ketergantungan hidup, pasti akan memunculkan kerancuan. Karena bergantung yang kokoh ya hanya pada Dzat yang Maha Tunggal.
Untuk menguatkan semangat bergantung kita kepada Allah, mari kita renungkan firman Allah yang termaktub dalam Q.S Ar-Rum ayat 54: " Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian setelah lemah dijadikan kuat, kemudian setelah kuat dijadikan lemah lagi dan renta. Ia menciptkan yang Ia kehendaki. Ia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa".
Maka, manusia yang bisa menyadari ketidakberdayaannya justru akan menjadi kuat. Karena rumus waktu kita belajar pun menyebutkan, bilangan 1 dibagi 0 akan membuahkan hasil tak terhingga. Jadi, bakat ketidakberdayaan ketika disikapi dan diolah dengan benar di hadapan Dzat Yang Maha Tunggal, akan menghasilkan lompatan diri yang dahsyat.
Wallahu a'lam bish-showab
Desa Menari, 6 Januari 2023
Kang Tris
Murid Sekolah Kehidupan
Posting Komentar untuk "BAKAT KETIDAKBERDAYAAN"