HANYA SEKEDAR TITIPAN
Sore hari dalam deru hujan lebat, sepasang suami istri mengendarai mobil tua. Mereka melaju dari kota, menyusuri jalanan menuju rumahnya di Desa. Dalam perjalanan, seperti biasanya mereka saling mengobrol apa yang terjadi sepanjang hari. Deras hujan menembus benteng pertahanan mobil tua itu. Air masuk melalui celah kecil di kap depan. Meskipun begitu, tak mengurangi keasyikan suami istri tersebut bercerita.
Si istri bilang kepada suaminya, kalau pembayaran tagihan sales x ditunda. Kenapa, tanya si suami. Bosnya sales x meninggal, sehingga semua sales dan karyawan harus datang takziah. Padahal bosnya usianya sama dengan kita loh, baru 42 tahun. Dia baru pulang mengecek cabangnya di salah satu kota di Jawa Timur. Pulang malam hari langsung ke rumah bapaknya. Pagi dibangunkan, ternyata sudah meninggal.
Dipuncak produktif usia, dengan perusahaan yang bertumbuh pesat. Omset harian menurut sales-nya terkumpul milyaran rupiah. Tiba-tiba meninggal. Sungguh pukulan bagi keluarganya. Apalagi dia anak tunggal. Beberapa tahun terakhir diminta mengendalikan bisnis yang dirintis orang tuanya.
Si istri melanjutkan. Ternyata semua yang dicapai dan diusahakan ditinggal begitu saja. Benar-benar sebuah pelajaran, bahwa semua hanya sekedar titipan. Lantas, obrolan mereka berlanjut, tentang bagaimana pentingnya menata diri terus menerus. Kualitas spiritual harus terus tumbuh diatas pencapaian materi. Karena tidak semua yang diperoleh mesti dinikmati.
Si suami memecah kesunyian dengan mengulang kembali pelajaran yang mereka ikuti di Sekolah Kehidupan. Obrolan suami istri tersebut semakin mendalam ditengah hujan. Tentang pentingnya menjaga keikhlasan dalam hidup. Ikhlas dalam arti memurnikan seluruh proses hidup hanya dan untuk Allah. Karena itulah pondasi dasar untuk menapaki tangga sabar dan syukur.
Kita tidak tau batas perjalanan kita masing-masing, lanjut si suami. Terpenting kita berbuat sebaik mungkin dan sekuat kemampuan untuk bisa menjalani hidup dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan kesyukuran. Karena disitu akan ditemukan kualitas diri. Bukan tentang apa yang kita ceritakan ke orang-orang. Tapi lebih kepada bagaimana orang dibelakang atau generasi mendatang mengenang dan mendoakan kita.
Saya jadi ingat lagu Ucup Klaten, lanjut si suami. Saya yakin lagu Ucup yang berjudul titipan ini, seperti sebuah nasihat dari Mbah Minto kepada Ucup. Begitu si suami berkata dengan yakinnya. Karena isinya sangat dalam, lugas dan menandakan proses perjalanan hidup yang matang. Kalau dari rentang usia dan panjangnya asam garam kehidupan, pasti Mbah Minto yang berpesan. Apalagi, lagu itu dirilis dibatas akhir usia mbah Minto. Yakin si suami yang kebetulan penggemar Ucup Klaten dan Mbah Minto.
Tiba-tiba si istri membuka hp nya. Membuka youtube dan mencari lagunya Ucup Klaten yang berjudul titipan.
Ora perlu dhuwur
( Tidak perlu tinggi)
Penting iso nggo ngeyup
( Penting bisa untuk berteduh)
Ora perlu padang-padang
( Tidak perlu terang benderang)
Sing penting iso murup
( Yang penting bisa menyala)
Ora perlu sugih
( Tidak perlu kaya raya)
Nanging, sing penting cukup
( Tapi, yang penting cukup)
Ora perlu kowe adus
( Tidak perlu kamu mandi)
Sing penting kowe Raup
( Yang penting cuci muka)
Sugih ra dadi ukuran
( Kaya raya bukan ukuran)
Ganteng ra dadi patokan
( Ganteng bukan standar utama)
Penting iso golek pangan
( Penting bisa cari makan)
Mergo kabeh mung titipan
( Sebab semua hanya titipan)
Rejeki wong bedo-bedo
( Rejeki orang beda-beda)
Ra bakal iso dipodo
( Tidak bakal bisa disamakan)
Belajar bersyukur nyawang dunyo
( Belajar bersyukur memandang dunia)
Sing maneko warno
( Yang beraneka warna)
Nuruti kurange
( Menuruti rasa kurang)
Ra bakal ono entek'e
( Tidak akan ada habisnya)
Iki mung neng dunyo
( Ini hanya hidup di dunia)
Dudu neng suwargo
( Bukan hidup di surga)
Si istri memutar berulang- ulang sepanjang perjalanan, sambil bersenandung lirih. Sesampainya diujung jalan kampung lagu terhenti, karena hilang sinyal. Mereka, harus sama-sama menemukan hikmah perjalanan sore itu tentang hanya sekedar titipan.
Mereka mengenang proses hidup bersama yang penuh liku-liku. Dihempaskan dalam berbagai permasalahan yang dulu berpikir tidak terselesaikan. Kini, mereka mensyukuri atas apa yang ada. Termasuk mobil tua yang setia menemani perjalanan mereka. Lirih terdengar direlung hati " semua hanya sekedar titipan."
Sesampainya di rumah, suami membuka hp dan mendapati pesan dari salah satu gurunya. "Dan milik Allah-lah apa yang dilangit dan apa yang di bumi." Kalau semua milik Allah, mana milik kita? Tubuh, umur, harta, pangkat dan apapun di dunia hanya amanah yang dititipkan. Suatu saat akan diambil oleh pemilik-Nya dan diminta pertanggungjawaban.
Betapa pelajaran sepanjang perjalanan sampai rumah dilimpahi pembelajaran yang dalam. Mengalir begitu saja. Sederas hujan yang mengiringi perjalanan. Dalam lirih si suami melanjuntunkan salah satu ayat dari QS. Ar-Rahman " nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan."
Desa Menari, 26 Januari 2023
Kang Tris
Murid Sekolah Kehidupan
Posting Komentar untuk "HANYA SEKEDAR TITIPAN "