JALUR PENDAKIAN KEIKHLASAN
Disuatu senja,tatkala seorang murid sedang ngobrol asyik dengan istrinya. Tiba-tiba terdengar suara motor tua berhenti di halaman rumahnya. Betapa kaget si murid siapa yang datang ke rumahnya. Ternyata beliau pejalan kehidupan yang lebih sering memperkenalkan diri sebagai Guru Gendeng. Salah satu guru kehidupan yang juga barusan melintas diobrolan dengan istrinya.
Guru Gendeng senantiasa eksentrik penampilannya. Kali ini juga sambil membawa gitar dan harmonika dibalik tas punggungnya. Beliau pasti baru menempuh perjalanan panjang, sesuai kebiasaannya. Sering dalam perjalanan, beliau singgah di murid sableng. Begitu beliau menyebut murid-muridnya. Dan setiap kedatangan mesti ada pesan yang memang harus disampaikan.
Setelah isya, Guru Gendeng duduk di gazebo kecil depan rumah murid sableng. Beliau memainkan gitar dan bersenandung. Sambil sesekali harmonika ditiup sebagai pengiring. Beberapa orang sering lalu lalang di depan gazebo, yang kebetulan dipinggir gang kampung. Orang-orang terkagum-kagum dengan permainan gitar dan harmonika Guru Gendeng.
Murid Sableng berseloroh, wah aki ( kebiasaan para murid memanggil beliau) keren nih permainannya. Sekalian mau pamer di depan muridnya yang tidak bisa main musik ini ya. Sambel terkekeh, si murid menghampiri si guru sambil menyunggingkan kopi.
Si Guru Gendeng merenung sejenak, lalu tersenyum. Kang ( panggilan si guru untuk murid sableng), hidup itu sebuah proses pendakian. Setiap pendaki harus melampau setiap jalur untuk dapat bersujud di puncak. Nah, kali ini kita perlu belajar pendakian ikhlas.
Ikhlas ibarat berada dipuncak. Disitu pasti dilalui melalui jalan berliku, berkelok , naik turun. Kadang landai, bisa berjumpa pas menurun dan menanjak menuju puncak. Masing-masing ada tantangan dan rintangan tersendiri. Semua jalur tersebut harus bisa dilampaui dengan selamat.
Pada pelajaran yang dulu aki sudah pernah menyampaikan dua jalan keikhlasan kan kang. Jalan kedalam, yaitu ketika kita harus belajar menerima. Itu ibarat dasar lembah yang harus dijalani. Ketika gagal disitu, maka akan diulang pelajaran terus sampai kita melampaui jalan penerimaan. Orang yang belum bisa menerima biasanya akan berhenti ditempat. Tidak ada lompatan hidup atau quantum dalam fisika, tanpa lolos dari jalan penerimaan.
Kedua jalan keluar, yaitu melampaui jalan riya'. Orang juga sering terhenti disini. Karena takut akan omongan orang. Ntar dianggap sok hebat, sok alim dan lain sebagainya. Ketika, dia takut omongan orang justru menjadi kerdil dan tidak mau berbuat. Akhirnya menjadi orang yang apatis, cuek dan masa bodoh. Penting saya baik, pikir orang tersebut.
Kita harus berpikir jernih kang. Saat orang memamerkan kemungkaran dengan balutan keindahan duniawi. Kenapa tidak disebut riya'. Mereka memamerkan gaya hidup hedonis dan menyimpang, seolah menjadi hal yang lumrah. Akhirnya lambat lain perilaku menyimpang dianggap wajar. Mereka akan semakin besar kepala dan merusak tatanan.
Guru Gendeng kembali memainkan harmonika. Membiarkan murid sableng tenggelam dalam perenungan. Ikan-ikan di kolam bawah gazebo seolah tenggelam dalam irama merdu harmonika. Selesai satu lagu, Guru Gendeng menyeruput kopi dan melanjutkan pelajaran.
Riya' itu ibarat jalan terjal menuju puncak keikhlasan. Harus dilalui meski tidak nyaman. Ketika orang malu dianggap sok alim, ketika shalat berjamaah. Maka bisa sepi tuh masjid. Apabila orang takut dianggap riya' saat mengajak kepada jalan kebaikan. Maka kerusakan akan meraja lela. Maka tempuhlah jalan riya' tersebut dengan tetap berbuat baik. Teruslah memohon perlindungan Allah SWT agar selamat dari godaan.
Orang yang terus mendaki tanpa menghiraukan cemoohan orang, dialah yang akan sampai. Terpenting kita tahu rumus menuju puncak keikhlasan. Yaitu melakukan sesuatu semata-mata karena Allah. Biarkan anjing menggonggong asalkan kafilah tetap berlalu. Kalau kita takut dengan anggapan orang lain kita akan berhenti di jalan terjal. Bisa-bisa terperosok ke jurang yang dalam. Yaitu jurang riya' sesungguhnya.
Seperti orang bersedekah, pasti awalnya berat. Karena menggempur kemelekatan. Terlebih sedekah terang-terangan besar sekali angin yang menerpa. Tetap pegang kuncinya, yaitu semata-mata karena Allah. Kita berbuat juga karena dimampukan Allah SWT. Karena tidak ada sehelai daun jatuh pun tanpa ijin Allah.
Sebagaimana lembah penerimaan telah dilalui. Maka jalan terjal riya' juga harus dilalui. Seperti langkah demi langkah menuju puncak. Harus dilalui dengan penuh perjuangan. Sampai akhirnya muncul kesadaran diri bahwa itu semua semata-mata karena karunia Allah.
Kang, seolah ingin menyadarkan muridnya yang sedang tenggelam dalam samudera hikmah. Nabi Sulaiman adalah salah satu contoh orang yang bisa selamat melampaui jalan terjal ini. Pendakian puncak keikhlasan memberikan pemahaman utuh. Bahwa semua jalur pendakian telah dilampaui. Termasuk kemasyhuran, harta, jabatan yang sangat licin untuk memunculkan sikap riya'.
Ketundukan Nabi Sulaiman menyelamatkannya. Ketika berada di puncak pendakian keikhlasan. Beliau mengembalikan semuanya hanya kepada Allah. Apakah semua ini akan menjadikannya hamba bersyukur atau tidak. Nanti tolong dibuka kang, Qur'an Surat An-Naml (27) ayat 40.
Sudah malam ini, sana segera tidur. Besok pagi harus ngantar anak-anak kan. Aki masih mau bersenandung untuk melewati jalan riya'. Terpenting teruslah mendaki, lampaui jalan penerimaan dan riya'. Sampai kita temukan makna dari QS. An-Naml: 40 tadi. Jangan takut omongan orang. Takutlah kita kalau tidak melakukan apapun semata-mata hanya untuk dan karena Allah SWT. Sudah sana, tidur duluan. Guru Gendeng terus hanyut dalam simfoni indah harmonika. Bulan dan bintang seolah menjadi saksi romantisme hamba yang sedang bercengkrama dengan Penciptanya melalui jalan berbeda.
Desa Menari, 25 Januari 2023
Kang Tris
Murid Sekolah Kehidupan
Posting Komentar untuk "JALUR PENDAKIAN KEIKHLASAN "