MENDIKTE KEHIDUPAN
Manusia sebagai mahluk yang berpikir senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk mengatur kehidupannya. Berbagai perencanaan dibuat untuk mencapai kebahagiaan. Bahkan diera modern ini berbagai pelatihan ditawarkan, mulai dari goal setting, manajemen diri, optimalisasi potensi dan lain sebagainya. Itu semua adalah upaya untuk menuju keberhasilan dan kebahagiaan.
Hal itu adalah upaya yang diperlukan dalam rangka mengarungi kehidupan. Meskipun hasil terkadang berbeda dari perencanaan. Namun ini masih lebih baik, karena sudah ada antisipasi yang disiapkan. Bukankah para pemompa kehidupan sering mengungkapkan "gagal merencanakan adalah kegagalan itu sendiri".
Maka, sebagai sebuah ikhtiar mewujudkan hidup yang lebih baik penting semua upaya menuju sukses dilakukan. Namun perlu juga manusia disiapkan bisa belajar dari kegagalan. Karena disitu akan muncul kesadaran batasan diri. Kegagalan juga menawarkan keindahan hidup.
Kegagalan dari sebuah perencanaan bukan sepenuhnya kegagalan. Karena sering kita mendengar pula, bahwa kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Tentunya ini berlaku bagi siapapun yang bisa mengambil hikmah bagi setiap peristiwa. Sakit kalau gagal, itu wajar dan semestinya tidak berkepanjangan. Maka hidup orang beriman selalu berada dalam harapan.
Kalau kita telisik lebih jauh, kegagalan bukan sepenuhnya gagal, tetapi pasti ada komparasi lainnya. Bahkan sering itu menjadi bernilai dan sesuatu yang didambakan selama ini.
Contoh, peristiwa yang kita alami selama masa pandemi. Banyak perencanaan aktivitas yang gagal terlaksana. Manusia terkurung dalam "ruang WFH". Awal bisa jadi uring-uringan. Tapi lambat laun mulai bisa beradaptasi. Disisi lain, waktu berkumpul bersama keluarga menjadi lebih banyak. Bisa membersamai anggota keluarga, sesuatu yang sangat langka bagi orang-orang yang merayap padat dalam aktivitas. Disini kita menemukan komparasi kegagalan. Pasti banyak kita temui dalam kehidupan.
Maka, pembelajaran yang berimbang untuk siap menerima keberhasilan dan kegagalan penting dilakukan. Disinilah konsep tawakal berjalan. Agar manusia tidak sepenuhnya berjalan dalam jalur ambisi yang telah direncanakan. Karena ada kuasa diatas dirinya.
Bukankah, tawakal adalah jalan jitu yang diperintahkan oleh Allah SWT. Mari kita perhatikan QS. At-Thalaq ayat 2-3 : " Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (2). Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu (3) ".
Lugas sekali ayat tersebut berbicara. Bahwa solusi seringkali datang diluar prediksi dan perencanaan manusia. Namun manusia masih sering mengelak. Bahkan yang ironis, ketika dihimpit permasalahan, dia berdoa bukan dengan segenap kepasrahan. Dalam do'a seolah dia sedang menyuruh Allah untuk mengikuti alur yang dibuatnya.
Bukankah Allah yang menetapkan segala urusan. Bahkan kehidupan kita sejak proses penciptaan sampai batas akhir telah ditetapkan. Ngelanturnya kita adalah sering mendikte kehidupan. Seolah kita berkuasa segalanya, sehingga hidupku harus begini, hidupmu harus begini. Bahkan terhadap Sang Pemilik Jagat Raya pun kita mendikte melalui sikap kita dalam berdoa yang tetap jumawa. Bukankah, kalau dalam konsep pelatihan, justru ini kegagalan yang direncanakan?
Desa Menari, 7 Januari 2023
Kang Tris
Murid Sekolah Kehidupan
Posting Komentar untuk "MENDIKTE KEHIDUPAN"