TERJERAT DALAM PENDERITAAN
Di Sekolah Kehidupan kelas basic akan diawali dengan proses perubahan paradigma dalam hidup. Pertanyaan yang dilontarkan sebagai pemantik adalah apa cita-cita kita dalam kehidupan. Hampir semua peserta dan pastinya sama dengan kita, cita-cita adalah hidup sukses atau bahagia.
Lantas akan dikejar dengan pertanyaan menggelitik berikutnya apa tolok ukur bahagia menurut kita. Beragam jawaban yang diberikan ada yang kalau punya kendaraan yang diinginkan, hidupnya tercukupi, punya rumah yang nyaman, punya uang banyak dan atribut duniawi lainnya. Seperti itu juga mesti yang sering kita ketika ditanya hal serupa. Lebih mengerucut ada yang menjawab bahagia kalau tidak punya masalah dan keinginan-keinginanya tercapai.
Demi sebuah pembuktian apalah mayoritas manusia bahagia atau tidak,suatu saat seorang guru kehidupan memberikan tugas kepada muridnya. Tugasnya adalah untuk mengamati dan bertanya pada orang-orang yang lalu lalang di pinggir jalan. Pertanyaan yang diajukan kepada mereka adalah seputar cara mereka memandang kehidupan.
Ketika bertemu dengan seorang pengemis si murid bertanya tentang kehidupan pada si pengemis tersebut dan dijawab bahwa hidupnya susah. Kepada para pedagang yang sedang lalu lalang ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama mereka rata-rata juga menjawab hidupnya susah pada jaman sekarang.
Saat orang-orang bekerja kantoran lewat ditanya tentang pertanyaan yang sama mereka juga menjawab hidupnya susah. Tuntutan kebutuhan semakin tinggi dan gaji tidak mencukupi.Belum lagi ancaman PHK. Berjumpa dengan seorang pengusaha dengan penampilan parlente mengendarai mobil mewah. Ketika ditanya pertanyaan yang sama jawabannya juga sekarang susah karena ancaman krisis global menghantui kita, resesi mengancam perjalanan bisnis.
Si murid lantas menyimpulkan bahwa orang-orang terjebak pada lingkaran penderitaan. Si miskin susah, karena digencet oleh kebutuhan yang tak cukup-cukup. Si karyawan susah dengan gaji yang tak berimbang dengan pengeluaran jaman sekarang. Si pegawai negeri susah membayangkan ketika pensiun tiba. Pejabat susah kalau hilang jabatannya. Bahkan si pengusaha susah menjaga hartanya agar tidak berkurang dan ancaman keuangan global.
Ojo Dibanding-Bandingke
Orang berada pada lingkaran permasalahan masing-masing sesuai kapasitasnya. Lantas harus bagaimana agar orang tidak terjerat dalam benang ruwet permasalahan? Sebagian besar manusia mengamalkan dengan khusyuk lagu dari Abah Lala yang ditrendingkan melalui suara Farel Prayoga "ojo dibanding-bandingke".
Yes,selama kita membandingkan dengan orang lain. Bukan bahagia yang didapat. Justru akan terjerumus dalam jurang nestapa yang tak berujung. Paling tidak ada rasa hening sejenak tanpa pembandingan. Namun, benarkah sekedar tidak membandingkan sudah selesai dari lingkaran penderitaan? Sejenak bisa iya. Tapi, kalau ndak terselesaikan, akan menjadi tumpukan sampah permasalahan. Kalau sudah diluar kapasitas bisa meledak juga.
Pejalan kehidupan yang lain berujar, saya sudah tidak membandingkan dengan orang lain, tapi kenapa masalah juga masih terus ada. Kalau ini lebih kepada memandang masalah. Berat bagi seseorang belum tentu berat bagi orang lain. Begitupun sebaliknya, ringan bagi diri kita belum tentu ringan bagi orang lain. Bukankah kita menyadari,selama manusia hidup, dia masih akan berenang di kolam permasalahan. Hanya sudut pandang yang perlu digeser,agar masalah kehidupan tidak menjadikan penderitaan berkepanjangan.
Penyebab Utama Penderitaan
Lantas kenapa manusia terjebak dalam masalah dan lingkaran penderitaan dalam pandangan spiritual? Berangkat dari kisah nenek moyang manusia yaitu nabi Adam as dan istrinya yang terusir dari surga. Mereka akhirnya mengalami penderitaan dalam hidup karena dua hal, yaitu karena dosa dan keserakahan.
Pertama dosa sumber penderitaan sesungguhnya. Dosa Nabi Adam terjadi karena melanggar larangan Allah SWT. Akibatnya, dari hidup penuh kecukupan, kebahagiaan dan ketenangan berbalik arah menjadi penuh penderitaan. Begitupun kita, dosa atau pelanggaran yang menjadikan berkubang dalam penderitaan. Dalam hukum dunia saja jelas, para pelanggar aturan akan diliputi kekhawatiran dan penderitaan. Apalagi melanggar perintah Sang Pencipta. Kalaupun kelihatannya bahagia,itu hanya kulit luarnya saja. Dalam relung hatinya penuh ketakutan. Kecuali hati yang tertutup.
Kanjeng Nabi Muhammad SAW bersabda " setiap kamu berbuat dosa, maka akan muncul satu titik hitam dalam hatimu, begitu seterusnya sampai hati itu menghitam". Kalau hati sudah rusak, maka hancurlah Kehidupan manusia.
Kedua, karena nafsu serakah. Hidup sudah penuh dengan fasilitas kesenangan yang ada di surga. Tapi karena masih melebihi satu hal kecil yaitu buah khuldi akhirnya melanggar perintah Tuhan. Nafsu serakah padahal kecil ini ternyata mencampakkan beliau pada jurang penderitaan.
Begitupun kita sebagai anak turunnya, nafsu serakah akan menyeret pada jurang penderitaan. Orang sudah dicukupi dengan fasilitas misalkan mobil rumah fasilitas kehidupan yang kadang tidak dimiliki orang lain. Tetapi dia masih melirik padahal kecil yang bukan miliknya. Keserakahan juga akan menyebabkan manusia tidak pernah merasa puas sepanjang hidupnya. Bukankah perasaan tidak puas ini adalah jerat penderitaan yang sesungguhnya.
Pengurai Benang Kusut
Tumpukan dosa dan nafsu keserakahan menjadikan benang kusut penderitaan semakin sulit untuk diurai. Maka, menaati perintah Allah SWT tentu menjadi solusi yang tidak bisa ditawar. Bukankah kita sering mendengar dan membaca kisah orang-orang yang bertobat dari dosa-dosa yang dilakukan hidupnya berbalik arah menjadi penuh kegembiraan dan ketenangan. Allah Maha kuasa untuk membolak-balikkan kehidupan manusia dari penderitaan menuju kebahagiaan. Apalagi orang-orang yang bertobat dari dosa yang dilakukan akibat melanggar perintah Tuhan. Derajatnya diangkat oleh Allah, bukan karena kehebatannya,namun karena taubatnya.
Langkah berikutnya adalah mengelola diri,agar meminimalkan nafsu serakah mengendalikan hidup. Tentunya perlu formula untuk mengurai nafsu serakah menjadi nafsu yang dirahmati. Ini tidak bisa disampaikan dalam tulisan yang lugas. Perlu seseorang belajar secara langsung bagaimana mengurangi benang keserakahan.
Sudut pandang terhadap masalah juga perlu ditata ulang. Karena kita sering berpikir instan untuk segera terhindar dari masalah. Tanpa melihat bahwa masalah diperlukan sebagai vitamin kehidupan. Bahkan penutur kejernihan mengingatkan " kurangi berdoa agar hidup bebas dari masalah, berdoalah agar dibikin dewasa oleh masalah".
Wallahualam bish-shawab
Desa Menari, 16 Januari 2023
Kang Tris
Murid Sekolah Kehidupan
Selalu ada yanag baru dalam tulisan2 Kang Trisno, memberi semangat dan pengingat diri.
BalasHapusSaling belajar dan menyemangati untuk bertumbuh dalam kehidupan
HapusSabar narimo ing pandum...mrnjadi filosofi yang merana di pojok keyakinan...
BalasHapusMenjadi kekuatan bagi para ksatria dipojok Kehidupan
Hapus