BELAJAR YAKIN SEPERTI ANAK-ANAK




 BELAJAR YAKIN SEPERTI ANAK-ANAK


Pada perjalanan pulang menjemput sekolah hari ini. Istri menyampaikan salah satu rencana atau niat yang dihajatkan. Tahapan proses sedang dijalani. Tapi masih ada tahap besar yang masih harus dilewati. Tempo waktu juga sangat pendek untuk ukuran rasional. Keraguan bisa jadi sering menyelinap masuk. Karena pada fase membulatnya keyakinan, disitu was-was seolah bergerilya menyabotase dari berbagai arah.

Anak-anak sering terdiam menyimak apa yang dibicarakan oleh orang tuanya. Proses komunikasi memang harus dijalankan dalam keluarga. Termasuk meminta pendapat anak dalam hal tertentu. Sebagai proses pembelajaran juga. Sampai pada saat istri mengutarakan niat dan proses yang sedang dijalani ke anak-anak. Bagaimana menurut kalian? Bisa tidak waktunya sangat mepet?

Si sulung menjawab, kalau Allah SWT menghendaki ya pasti akan terjadi. Kalau Allah SWT tidak menghendaki ya tidak terjadi. Dipikir slow saja Bu, lanjutnya. Kemudian adiknya juga menambahkan. Kalau Allah SWT yang mau ya pasti terjadi. Jangan spaneng Bu, katanya. Terus si bungsu menambahkan doa agar hajat orang tuanya terkabul.

Si istri terbengong-bengong dan kemudian menjawab, MasyaAllah betul. Kenapa ibu malah stres duluan. Lantas si suami menimpali. Jangan membiasakan apa yang diprediksi mengganggu pikiran. Ngapain stress mikir yang belum terjadi. Jalani saja proses saat ini. Nikmati alurnya, meski kadang berdebar rasanya. Jangan suka mendikte Allah SWT. 

Obrolan singkat satu keluarga ini, mungkin sering terjadi. Anak-anak memiliki keyakinan yang kuat, karena mereka berada dalam zona bahagia. Tidak perlu mensyaratkan ini itu untuk bahagia. Kadang merengek sebentar untuk sesuatu yang diinginkan. Mereka memiliki daya lentur dalam berpikir. Sehingga sikap anak-anak pada umumnya ekspresif. Sedih ya menangis,  bahagia tertawa. Fluktuasinya juga cepat, dan peristiwa berlalu begitu saja.

Para orang tua sering terjebak pada kemauan diri yang dipaksakan. Atau terkurung pada bayangan masa depan yang belum dijalani. Maka, orang tua perlu belajar menumbuhkan keyakinan yang telah disabotase atau dicuri oleh rasa khawatir. Keyakinan yang penuh dengan kesadaran, bahwa kalau mengandalkan dirinya tidak bisa. Maka perlu mengandalkan pertolongan Allah.

Persoalan manusia modern saat ini, justru terlalu percaya diri. Atau sebaliknya terlalu pesimis. Hal ini muncul, karena tidak melibatkan Allah pada setiap urusan. Sadar ber Tuhan kalau pas kepepet dan kepentok. Bukan, disengaja untuk sadar ber Tuhan setiap saat. Sehingga langkah hidupnya senantiasa dibimbing dalam kasih sayang-Nya.

Rasulullah SAW menegaskan "kenalilah (ingatlah) Allah diwaktu senang, pasti Allah akan mengingatmu diwaktu sempit" ( HR Tirmidzi). Ini problem kebanyakan dari manusia. Saat senang lupa daratan. Bahkan Allah dinomor sekiankan. Padahal kunci pertolongan Allah itu justru disiapkan saat kita sedang senang. Saat susah tinggal ngunduh pertolongan.

Maka, jangan terlalu berandai-andai dalam menjalani hidup. Tumbuhkan kesadaran hidup itu saat ini dan disini. Berbuat sebaik mungkin termasuk dalam pikiran dan hati untuk masa nanti. Bukankah seribu langkah selalu diawali dari langkah demi langkah. Itu artinya masa depan adalah kumpulan dari menikmati saat ini dan disini.

Belajarlah pada anak-anak yang tumbuh dengan baik. Mereka tidak mudah disabotase oleh keyakinan negatif. Kecuali ketakutan-ketakutan yang dimunculkan oleh orang tua, lingkungan dan orang-orang dewasa. Landasan yang harus dibangun adalah " jangan bersedih, Allah bersama kita."


Wallahualam bish-shawab


Desa Menari, 1 Februari 2023

Kang Tris

Murid Sekolah Kehidupan 

Posting Komentar untuk "BELAJAR YAKIN SEPERTI ANAK-ANAK "