BERTAMU KE RUMAH KEBAHAGIAAN
Setiap manusia pasti memiliki keinginan yang mengkristal dalam kehendak. Karena manusia bisa terus bertumbuh dengan adanya kehendak itu sendiri. Coba kita bayangkan manusia yang sudah tidak memiliki kehendak. Pasti hidupnya statis, monoton dan menjemukan. Bahkan perjalanan hidup akan melambat. Namun manusia harus memiliki kesadaran penuh, bahwa manusia berkehendak, Allah SWT pun berkehendak. Pasti kehendak Allah SWT yang terwujud.
Perjalanan hidup senantiasa berada dalam pasang surut. Banyak hal yang tidak sesuai harapan. Namun bandul waktu akan terus berputar. Tak kenal kata melambat, karena semua berada dalam kodrat yang tepat. Pun peristiwa yang dialami manusia. Semua terlewati tanpa menyisakan waktu untuk kembali. Hanya manusia merugi yang hidup dalam penyesalan masa lalu. Melambatkan diri dalam duka, lupa bahwa waktu terus berjalan.
Manusia harus belajar membangun harmoni diri. Agar muncul rasa penerimaan total akan semua kehendak Allah. Karena ego manusia sering menjebak. Kehidupan " harus" berjalan sesuai kehendaknya. Selama masih terjebak dalam kondisi ini, maka stress yang akan bertamu. Bahagia enggan mendekat.
Bukankah kita semua sadar bahwa memaksakan kehendak hanya akan mengeraskan hati. Menggelapkan mata pandang batiniah bahwa hidup adalah anugerah. Orang yang terjebak dalam prinsip harus sesuai harapan saya. Sebenarnya dia sedang terjebak pada kesombongan. Mendikte Allah untuk menuruti semua keinginannya. Dan ini juga perlu menjadi bahan evaluasi bagi kita. Jangan-jangan selama ini kita mendikte Allah melalui do'a-do'a kita. Bukan rasa membutuhkan saat memohon. Tapi mengatur skenario dalam balutan do'a.
Berkaca pada lintasan peristiwa yang kita alami. Sudah sewajarnya kita menyelaraskan diri dengan kehendak Allah. Belajar memeluk lebih dekat peristiwa yang dialami baik suka maupun duka. Karena semua sudah menjadi kehendak Allah. Belajar melampaui dualitas kata para pejalan kejernihan. Ini bukan perkara mudah, maka harus dilatih. Caranya adalah melihat disebalik kejadian, yaitu ada Allah yang Maha Mengatur.
Langkah berikutnya adalah senantiasa meminta pertolongan Allah. Melibatkan Allah dari sebelum (niat), memulai melangkah, serta memasrahkan hasil. Justru orang seperti ini yang akan senantiasa berada dalam pertolongan Allah. Hatinya jernih, langkahnya tidak mudah goyah.
Ketika mengalami peristiwa yang tidak sesuai harapannya dia tetap berpegang teguh pada tali pertolongan Allah. Keyakinannya bulat bahwa Allah menguji seseorang sebatas kemampuan hambanya. Sudah presisi dan terukur. Akan berbuah indah ketika dia tidak mencela perbuatan Allah. Setiap mengalami peristiwa yang tidak mengenakkan, hatinya mengontrol pikiran. Lirih terdengar gema indah dalam diri "ini saatnya naik kelas".
Hamba yang seperti sadar betul bahwa hidup itu diperjalankan. Semua berputar dalam roda kehendak Ilahiah. Dalam relung kedalam jiwanya terpantul kalam yang indah. "Atas kehendak Allah semua ini terwujud. Tiada kekuatan kecuali pertolongan Allah" (QS. Al Kahfi :39). Inilah mentalitas hamba yang berkualitas.
Hamba yang berkualitas akan senantiasa menemukan makna dalam setiap jejak kehidupan. Perjumpaan dengannya akan meneteskan pembelajaran. Perpisahan dengannya akan memantik kerinduan. Karena berjumpa dengan hamba yang menyelaras dengan kehendak Allah seperti memasuki gerbang rumah kebahagiaan. Menjadi peneduh disaat gaduh. Menjadi pencerah saat manusia dilanda gundah. Maka bertamulah pada rumah kebahagiaan, yaitu dihatinya para muhlasin. Para penempuh jernih jalan kehidupan.
Wallahualam Bish-shawab
Desa Menari, 23 Februari 2023
Kang Tris
Murid Sekolah Kehidupan
Posting Komentar untuk "BERTAMU KE RUMAH KEBAHAGIAAN "