IDUL FITRI DAN MENATA ULANG KEHIDUPAN
Perjalanan ramadhan telah menghantarkan kita diujung waktu. Berpisah dengan kemuliaan dan semangat perbaikan diri insan beriman. Ada haru karena bisa di proses saat bulan ramadhan. Juga ada penyesalan, karena sedikit sekali waktu yang digunakan untuk menata langkah menuju transformasi ruhani secara optimal. Dari relung jiwa terdalam berbisik lirih, semoga masih ada waktu untuk berbenah diri di ramadhan mendatang.
Cakrawala senja ujung ramadhan meluruhkan jiwa, menetralkan batin pada titik pemurnian. Dikala gema takbir, tahlil dan tahmid bertalu bersahutan menggedor batin. Tak terasa air mata menetes. Beriringan dengan kilatan ramadhan yang begitu cepat. Terasa masih banyak waktu tersia dalam goresan keinginan duniawi. Namun ramadhan telah berlalu, berganti dengan idul Fitri. Apa makna idul Fitri kali ini dengan orientasi waktu kehidupan?
Kita sering merasa waktu masih panjang. Tak perlu terlalu serius mengencangkan ikat pinggang untuk melabuhkan jiwa dalam penghambaan pada Ilahi Robbi. Tapi waktu seolah tak mau ditelikung oleh jiwa-jiwa pengembara yang terlena. Berita berpulangnya saudara diujung ramadhan seperti menyadarkan, kembalilah pada titik fitrah atau kesucian ( idul Fitri). Ingatlah hakikat perjalanan yang tak lepas dari garis tegas sesungguhnya semua berasal dari Allah.
Kegembiraan idul Fitri begitu mempesona. Bahkan dirayakan oleh hampir semua lapisan dan golongan umat manusia. Namun kita perlu berhenti sejenak untuk bertanya pada diri. Benarkah kita sudah berada pada titik zero atau nol dalam menjalani idul Fitri kali ini. Atau jangan-jangan ego kita menonjol, ingin diakui sebagai orang yang benar, merasa lebih baik sedangkan yang lain salah. Bahkan bisa jadi idul Fitri justru sekedar berada pada perayaan sepi pemaknaan.
Sekali lagi waktu berkata dengan tegas dan tak mau ditelikung. Ingatlah diriku yang terus berjalan. Kalau kamu berhenti, maka akan kutinggal diujung perjalanan. Jangan menyesal bila saatmu bersamaku habis, begitu sentak sang waktu. Ingatlah kini engkau berada pada titik nol, zero atau fase murni. Jangan salah langkah lagi, atau kau akan merugi. Begitu sang waktu telah berteriak lantang menantang kepongahan jiwa yang masih jumawa.
Waktu seolah tidak mau kita terlena. Maka dia tunjukkan rahasianya secara nyata, bahwa waktu sangat terbatas. Dihari ketiga idul Fitri tetangga desa dipanggil kembali kepada sang pencipta. Maka ego mulai melunak, menyadari masa perjalanan yang ada batasnya. Menata ulang waktu untuk menata ulang kehidupan ini penting. Mumpung ini idul Fitri, fase dimana kita diperjalankan dari nol kembali.
Sang waktu seolah masih sedikit curiga dengan komitmen diri yang seperti pepatang hangat-hangat tahi ayam. Semangat sejenak lalu melunak. Maka sore hari, waktu memberi kabar kembali bahwa rentang umurmu itu terbatas. Seorang pemuda, tetangga desa yang gagah. Paginya masih membantu di tempat tetangga yang berpulang. Masih bercanda dengan teman-temannya. Masih bercengkrama dengan sanak saudara menyelesaikan anjangsana yang tertunda. Masih menyelesaikan pekerjaan disore hari. Namun, waktu tak mau berkompromi lagi. Ketiga malaikat Izrail bertandang, maka nyawa pun harus meninggalkan raga yang gagah. Meledakkan tangis saudara dan tetangga. Karena waktu tak mengabarkan berita melalui sakit, namun bercerita tiba-tiba.
Setiap orang juga pasti punya cerita masing-masing menjalani ramadhan dan idul Fitri. Namun perlu ada hal yang perlu sama-sama kita sepakati. Waktu mengajarkan pada kita untuk menata ulang arah kehidupan. Meluruskan kembali pada shaf para Nabi dan Shalikhin. Menyadari kembali garis tegas dan lurus yang terbentang di garis kehidupan. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji'un. Semua berasal dari Allah, harus berproses dalam jalan Allah dan kembali secara benar keharibaan Allah. Begitu jalan lurus dan tegas yang harus ditempuh insan beriman. Bahkan tidak beriman pun akan tetap mengalah pada rahasia waktu.
Maka dimonent baik ini. Dihari yang Fitri ini. Kita perlu mengevaluasi rentang perjalanan hidup selama ini. Memulai kembali dari nol untuk melangkah lebih baik. Menata diri lebih serius untuk mengoptimalkan peran kehambaan kita secara vertikal dan horisontal. Penting bagi kita untuk tidak sekedar sholeh secara pribadi, namun juga sholeh sosial. Menjadi Abdullah sekaligus khalifatullah.
Harapan yang tersemat, agar diujung perjalanan kita masing-masing, sang waktu tidak berteriak keras sebagai tanda peringatan. Sudah kutemani sepanjang hidupmu, kau gunakan untuk apa diriku. Biarkan sang waktu bersenandung lirih nan mesra, kuserahkan kembali dirimu pada pemilik sejati segala hal Sang Ilahi Robbi. Sambut mesra panggilannya "Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas dan di-ridhai-Nya! Kemudian masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku" (QS. Al-Fajr/89: 27-30).
Wallahu A'lamu bish-Showab
Desa Menari, 26 April 2023
Kang Tris
Murid Sekolah Kehidupan
Posting Komentar untuk "IDUL FITRI DAN MENATA ULANG KEHIDUPAN"