MENGAWAL ANAK MENCAPAI TUJUAN
Setiap orang pasti memiliki keinginan, apalagi anak-anak kalau ditanya bisa banyak sekali, karena imajinasinya yang bebas. Pertanyaannya, seberapa banyak keinginan yang bisa kita capai. Jawabannya sangat relatif, tergantung masing-masing orang. Ada yang bisa mencapai banyak, ada yang sebagian, bahkan ada yang hanya terhenti diangan-angan. Keinginan seolah mimpi buruk yang terus menghantuinya.
Langkah penting selanjutnya setelah membuat daftar keinginan adalah merubah menjadi tujuan yang jelas dan menentukan skala prioritas. Lain waktu kita akan ngobrol khusus tentang hal ini. Saat ini kita masih fokus pada obrolan seputar potensi bawaan. Baiklah, mari kita batasi obrolan ini pada bagaimana mengawal anak mencapai tujuan.
Seorang anak itu seperti kertas yang masih putih,belum banyak coretan tak beraturan tanpa makna. Maka, alangkah baiknya kita isi kertas tersebut dengan coretan yang bermakna agar menjadi karya indah. Memberikan guratan pada proses perjalanan anak sebaiknya mengikuti peta bawaan yang ada pada dirinya. Tentunya agar tidak banyak luka jiwa yang muncul, karena memaksakan sesuatu yang tidak sesuai fitrahnya.
Saya akan memberikan contoh saja pada apa yang kami alami. Semoga menjadi pembelajaran bersama. Kalau bermanfaat bisa dijadikan referensi. Misal pun tidak bisa jadi bahan obrolan ringan kita. Daripada sekedar diam-diam saja. Betul tidak? Saya akan membahas anak saya yang memiliki sumber motivasi bawaan kognitif.
Sudah kita bahas pada obrolan sebelumnya tentang orang tipe kognitif. Dia terarah dengan adanya target tertulis yang jelas. Anak saya yang kedua yang tipe kognitif memang lebih tertantang dengan adanya target. Beberapa kali kita simulasikan dalam aktivitas kesehariannya. Mulai dari kita ajak ngobrol tentang cita-citanya apa. Kami minta untuk menuliskan, berusaha mencari gambar untuk memvisualisasikan dan ditempel.
Termasuk pula dalam aktivitas keseharian. Kami amati ketika belajar dengan adanya target, misalnya PR yang telah dia catat. Dirinya akan bersungguh-sungguh untuk menyelesaikan. Ketika belum selesai seolah tidak mau diganggu dengan aktifitas lain. Fokus pada target salah satu ciri anak kognitif.
Begitu pula ketika anak kami memiliki keinginan, misalnya mau membeli sesuatu. Maka akan kita buat perencanaan bersama dengan ngobrol, menuliskan keinginan dan target waktu yang dia inginkan. Ketika mau melenceng, tinggal kami ingatkan, mau jadi beli itu atau tidak. Biasanya dia akan segera sadar dan kembali pada tantangannya.
Terbaru anak kami memiliki keinginan membeli darbuka. Alat musik yang biasa digunakan pada kelompok hadroh. Dia sudah bertanya pada teman-temannya yang sudah punya. Browsing tipe dan harganya. Kebetulan dia punya sedikit tabungan tapi masih kurang banyak.
Maka anak ini kemudian membuat botol tabungan dengan ditempeli tulisan yang dia buat sendiri "nabung demi beli darbuka". Dia rela memasukkan seluruh uang saku hariannya ke tabungan tersebut. Dua bulan lebih dia ngempet tidak jajan demi beli barang tersebut. Anda semua mesti berpikir, wah sakunya pasti banyak, kok dua bulan lebih cukup. Tidak juga, uang sakunya juga cuma Rp.5.000/ hari.
Selain dari saku, misalnya pas diberi uang mbahnya atau saudara juga langsung masuk tabungan. Termasuk kalau dapat uang ketika terlibat dalam aktivitas kunjungan Desa Menari, langsung dia masukkan. Ketika uang sudah dirasa mencukupi, sesuai informasi dari temannya harga darbuka sekitar Rp.700.000. Keinginannya sulit terbendung. Ngeyel untuk segera ngajak beli darbuka. Masih ingat kan, anak tipe kognitif juga suka "ngeyel". Kalau orang tua tidak paham pola pengasuhan bisa berantem melulu dengan si anak.
Saat tiba waktunya beli, sesuai jadwal yang disepakati dengan kami orang tuanya. Maka, pagi-pagi sudah bersiap dan menunggu orang tuanya untuk segera bersiap. Sesampainya di lokasi yang menjual peralatan hadroh. Dia langsung suka pada satu motif, apalagi setelah mencoba memainkannya. Namun harganya jauh diatas tabungan yang dia punya. Maka, dengan lantang dia berkata pada ibunya "ini saja, kurangnya saya hutang sama ibu, dan akan nabung lagi untuk melunasi".
Sampai saat ini anak kami masih berjuang menutup target melunasi pinjaman yang dia ajukan hehehe. Mungkin ada yang berpikir, sama anak kok hitung-hitungan, apa ndak kasihan anaknya. Masih kecil lagi, baru kelas 4 SD. Sebenarnya bagi kami orang tua, menutup kekurangan itu bisa. Tetapi disini konteksnya adalah pembelajaran. Sekaligus untuk menajamkan kepribadiannya,agar tidak lembek menghadapi tantangan. Harus punya jiwa gigih meraih impian. Serta berjiwa ksatria untuk menepati janji. Nanti lain waktu bisa saya tuliskan, bagaimana dia rela bersakit ria untuk mewujudkan keinginannya.
Tugas kita sebagai orang tua bukan hanya momong, memberi makan dan membesarkan. Tapi lebih dari itu adalah mengasuh, mendidik dan menempa jiwa anak agar tumbuh sesuai karakternya. Tentunya tetap pada jalur tuntunan nilai-nilai spiritual dan moral sosial yang ada. Karena suatu saat akan terngiang dalam relung jiwa anak, bahwa orang tuanya adalah pendidik yang baik baginya. Itu pula kan yang diharapkan kita dari orang tua, yaitu anak yang mengakui pengasuhannya kemudian mendoakan orang tuanya. Hal ini dimulai dengan mengenali sumber motivasi bawaan dan potensi dasar lainnya. Agar kita bisa mengawal tujuan anak dengan menggembirakan. Memajukan anak bukan malah memberikan luka jiwa anak. Karena perlakuan yang tidak tepat sesuai karakter anak akan memberikan goresan yang menyakitkan. Reportnya itu membekas disepanjang perjalanan hidupnya, sebelum dihapus dengan teknik tertentu.
Wallahu A'lamu Bish-Showab
Desa Menari, 27 April 2023
Kang Tris
Pembelajar Kehidupan & Fasilitator Pemetaan Bakat
Posting Komentar untuk "MENGAWAL ANAK MENCAPAI TUJUAN"