POLA PENGASUHAN BERBASIS BAKAT 1
Diskusi mengenai bakat sebagai potensi diri yang inheren semakin seru. Ibarat mengupas bawang, kita masuk lapis demi lapis. Setiap lapisan harapannya kita bersama-sama menemukan aha ( pencerahan) yang bermakna. Agar betul-betul hidup kita yang gelap bisa menuju cahaya. Karena kita sama-sama memaklumi, banyak yang belum kita ketahui, maka kita terus belajar. Termasuk ngaji diri itu penting. Sebab ada kaidah yang menyatakan "mulailah dari diri sendiri".
Kali ini kita akan ngobrol bareng kaitannya bakat dengan pengasuhan atau pendidikan. Bisa itu di dalam keluarga maupun di lingkungan pendidikan. Kenapa pembahasan ini penting?. Agar kita tidak ikut terjebak dalam ungkapan umum di dunia parenting. "Jangan biarkan anak-anak diasuh oleh anak-anak". Ini adalah ungkapan umum yang menggambarkan, orang dewasa atau orang tua yang masih berjiwa kanak-kanak tapi sudah mengasuh anak. Bisa berabe kata orang sono.
Biar tidak bertele-tele, saya akan memulai obrolan kita ini dengan pengalaman menyedihkan yang saya alami sebagai orang tua. Kami adalah orang tua yang diamanahi tiga buah hati. Saat kami diamanahi buah hati yang kedua pola pengasuhan kami tentunya mengacu pada anak pertama. Termasuk ketika mengajari sesuatu. Salah satu contoh, anak pertama kami menonjol dalam kecepatan membaca dan menulis, dengan pola pengajaran kami saat itu.
Waktu anak kami yang kedua menginjak usia sekolah. Kami mengajari baca tulis dengan metode yang sama dengan anak pertama. Ternyata oh ternyata, anak kami yang kedua tidak cepat mengikuti. Sehingga kami sebagai orang tua uring-uringan dan hal buruk terjadi. Kami membanding-bandingkan dia dengan kakaknya. Bukannya bisa memperbaiki keadaan. Justru memperburuk keadaan. Si tengah mogok belajar, jadi tempramental. Kami sebagai orang tua juga jadi uring-uringan.
Kami punya komitmen sejak awal membina rumah tangga untuk terus belajar bersama. Termasuk dalam pengasuhan anak, kami tidak mau jadi orang tua yang mengasuh dan mendidik sekedar berdasar naluri dan turunan pembelajaran. Ketika anak kedua mogok belajar kami mencari apa kesalahannya.
Bersyukur saat itu kami mengenal tentang pemetaan bakat dalam sebuah forum bimbingan usaha. Saya dan istri di tes bakat bawaan yang include dalam program bimbingan tersebut. Setelah membaca hasil dan dijelaskan secara detail oleh fasilitator yang mendampingi, hasilnya membuat bergidik. Kami seperti dikuliti tentang potensi terpendam, karakter dasar dan beberapa hal lainnya.
Sepanjang perjalanan pulang saya dan istri ngobrol terkait hasil pemetaan bakat bawaan kami. Sesampainya dirumah kami sepakat untuk melakukan tes bakat bawaan terhadap anak-anak kami. Tentunya harapannya adalah kami ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang anak kami. Kami tes kan ketiga anak kami menggunakan metode Psikobiometri. Saat itu sikecil masih belajar merangkak.
Hasil tes keluar pada hari berikutnya. Kami baca dengan seksama tentunya bukan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya hehehe. Kami dapati pola bawaan ketiga anak kami berbeda semua, termasuk dengan orang tuanya. Kami akhirnya mengimani dengan yakin berdasar ilmu pengetahuan, bahwa setiap orang itu unik. Sungguh Maha Besar Allah dengan segala kekuasaanNya.
Perbaikan pengasuhan kami lakukan. Kembali ke salah satu contoh diatas tentang kemampuan baca tulis. Gaya belajar anak pertama dari hasil tes bakat bawaan dominan visual. Sehingga dengan pengajaran yang kami lakukan mudah menangkap. Sedangkan anak kedua gaya belajarnya dominan kinestetik. Pantesan diajari dengan cara kakaknya tidak nyambung. Kami akhirnya merubah pola pembelajaran yang cocok dengan gaya belajar kinestetik. Hasilnya sungguh menggembirakan. Dalam waktu singkat, kemampuan baca tulis anak kedua meningkat drastis.
Anak ketiga kami gaya belajarnya dari pemetaan bakat dominan auditori. Pendekatan pola pembelajaran berbeda dengan kedua kakaknya. Bersyukur, anak ketiga tidak perlu melewati fase drama perbandingan. Lagunya Abah Lala yang ditrendingkan Farel Prayoga muncul belakangan sih "Ojo dibanding-bandingke". Sesuatu bisa dibandingkan itu kalau semuanya sama, baru dibandingkan. Kalau yang dibandingkan sesuatu yang berbeda, sungguh itu tidak adil. Anak kami yang ketiga cenderung lebih cepat pembelajarannya, karena kami sudah memakai formula yang sesuai untuk gaya belajar bawaannya.
Berkaca dari kekeliruan kami tersebut. Semoga ini tidak terjadi dibanyak orang tua dan satuan pendidikan. Kalaupun masih ada cepat-cepat insyaf, agar kita tidak menyia-nyiakan amanah Allah pada kita. Bukankah itu semua akan kita pertanggung jawabkan. Mari berkaca pada diri kita. Sudahkah kita layak disebut orang tua dalam mengasuh anak-anak kita. Atau jangan-jangan kita adalah anak-anak yang bercasing orang tua. Mengasuh dan mendidik berdasarkan naluri. Bukan berdasarkan ilmu parenting yang semestinya. Sebelum terlambat, yuk kita sama-sama belajar. Karena Rasulullah SAW bersabda :"Ketahuilah, bahwa ilmu adalah cahaya ( nur)". Maka, ilmu yang benar akan menjadi cahaya yang mengusir kegelapan, sekaligus menunjukkan arah kebaikan.
Wallahu a'lamu bish-Showab
Desa Menari, 16 April 2023
Kang Tris
Pembelajar Kehidupan & Fasilitator Pemetaan Bakat
Info metode nya mbah
BalasHapus