ADA APA DENGAN ANAKKU?
Seorang sahabat lama berkunjung ke rumah pada Jum'at pagi. Tentunya karena masih bulan Syawal ya moment silaturrahmi sawalan. Seperti biasa ngopi pagi, diisi dengan ngobrol kesana kemari.
Sahabat ini juga pembaca setia coretan tinta saya selama ini. Beliau juga pernah terlibat di PKBM cukup lama. Akhirnya obrolan sampai juga pada hal sepele. Mengenai kenapa saya terpantik menulis.
Obrolan melebar pada tema-tema tulisan terkait potensi bawaan. Dia akhirnya agak meraba terkait apa yang terjadi pada anaknya. Dulu anaknya adalah orang yang aktif, pembelajar dan ramah.
Namun beberapa tahun sesudahnya berubah 180 derajat. Menjadi pendiam, apatis dan malas belajar. Bahkan anaknya mogok sekolah cukup lama. Pembelajaran difasilitasi ke rumahnya pun, anaknya malah kabur.
Selang beberapa waktu, minta dibelikan piano. Sampai dikursuskan piano. Tapi alatnya malah dianggurin. Anaknya menjadi pribadi yang lebih tertutup. Hingga terngiang suara dari lubuk hatinya. Ada apa dengan anakku?
Sebagai pasangan suami istri terpelajar, dia tidak tinggal diam. Sesi terapi ke psikolog juga dijalani beberapa kali. Namun dia menganggap ada hal yang belum tuntas. Psikolog tempat terapi bilang, orang tua harus belajar tegas kepada anak.
Harus tegas bagaimana? Agak keras sedikit saja anaknya menjadi menarik diri. Tapi kalau dibombong dan dipuji, anaknya mulai melunak. Harus bagaimana ini kang? Pertanyaannya menyadarkan saya dari khusyuknya menyimak.
Para sahabat pernahkah menemui kasus seperti itu? Bagaimana penanganannya. Kok malah tanya balik sih kang, protes teman dari kejauhan. Kan yang diminta pendapat kang Tris. Cari aman saja ini, ganti melempar pertanyaan ke kami.
Sabar bro/sist. Ini hanya untuk tes ombak. Teman saya tersebut tentunya pingin mengkonfirmasi jawaban dari tulisan-tulisan yang sering saya publis. Bagaimana penyelesaian problem anaknya dari sudut pandang potensi bawaan.
Saya langsung to the point kepada sahabat saya tersebut. Tanpa saya melakukan test pemetaan potensi bawaan pun. Hampir sudah bisa dipastikan, sumber motivasi bawaan anak njenengan ini affektif. Melihat sebagian tanda dan perilaku anak njenengan. Begitu jawaban saya untuk membuat benang merah.
Lantas terkait permintaan alat piano. Itu murni dari panggilan potensi bawaan. Atau jangan-jangan itu pengaruh faktor lingkungan. Ini harus dibedakan. Karena penanganan berbeda. Output dari prosesnya juga berbeda. Manusia itu sangat mudah dipengaruhi faktor lingkungan.
Obrolan kemudian kembali pada penjelasan tipe anak affektif. Dimana orang seperti ini menangkap dan menterjemahkan informasi dari luar pertama kali dengan perasaan. Anaknya agak melo dan gampang lembek dengan omongan yang kurang pas.
Maka orang tua harus belajar untuk mengolah bahasa. Memilih kata yang positif. Intonasi yang halus dan menenangkan. Dukungan dan perhatian menjadi kebutuhan utama orang seperti ini. Melatih melihat sisi positif dari setiap kejadian. Sebelum bereaksi atas kejadian. Membantu anak ini tumbuh lebih positif.
Sahabat saya tersebut berkomentar. Wah ini para orang tua dan guru harus tau kang. Perlu diagendakan khusus. Termasuk penting orang tua melakukan pemetaan potensi bawaan. Dia melihat jam dan menandakan, harus bergeser ke tempat lain.
Saya bergumam dalam hati, melepas kepergiannya. Kalau saja para orang tua memiliki semangat belajar seperti teman saya ini. Alangkah benang kusut persoalan pengasuhan bisa diurai bersama-sama. Selamat belajar para orang tua hebat.
Wallahu A'lamu Bish-Showab
Desa Menari, 13 Mei 2023
Kang Tris
Fasilitator Pemetaan Bakat & Pembelajar Kehidupan
Posting Komentar untuk "ADA APA DENGAN ANAKKU?"