MENUMPULKAN BAKAT ANAK
Seorang guru pada salah satu sesi ngobrol parenting berbasis bakat mengeluh. Beliau sejak kecil sangat menyukai menanam dan dunia pertanian. Cita-cita dari kecil ingin menjadi seorang petani.
Namun keinginan ini ditentang oleh orang tuanya. Mereka bersikukuh agar anaknya mengambil pendidikan keguruan. Orang tua bercita-cita anaknya menjadi guru. Karena menurut sudut pandangnya, menjadi guru lebih terhormat dan terjamin daripada menjadi petani.
Si anak akhirnya menerima permintaan orang tuanya. Kini beliau juga jadi seorang guru. Demi bakti pada orang tua. Tapi panggilan hati kecilnya tidak bisa mengingkari untuk jadi petani.
Ketika stress melanda dan beban kerja menumpuk, pelariannya ke tanaman. Merawat tanaman telah menjadi obat bagi kegundahan. Beliau juga masih belum bisa menikmati sepenuhnya perannya sebagai guru. Lantas, beliau bertanya. Apa yang harus saya lakukan kang?
Saya agak tertegun dengan pertanyaan tersebut. Mencoba meraba ke sudut pandang orang tuanya. Banyak yang masih beranggapan, menjadi petani itu pekerjaan yang tidak keren. Bahasa kasarnya itu hanya dilakukan oleh orang yang tidak berpendidikan.
Pola pikir seperti ini jelas menyesatkan. Bahkan bisa membahayakan. Itu pula kenapa negara kita yang dikenal agraris, kehilangan penerusnya. Bukankah petani adalah penyedia logistik bangsa.
Petani menjadi ujung tombak pertahanan. Karena, sehebat dan sepintar apapun orang. Tetap tidak bisa berperan kalau dia kelaparan. Artinya, petani juga pahlawan bagi bangsa ini.
Disisi lain, profil petani millenial memang perlu terus digaungkan. Banyak sekarang petani muda yang kece secara penampilan dan kantong. Bahkan mereka sekaligus bisa mengajar pada rombongan siswa maupun mahasiswa yang melakukan outing class.
Berikutnya, sudut pandang tentang profesi tertentu yang lebih prestisius dan menjanjikan. Hal ini jelas salah kaprah yang umum terjadi. Saya punya teman yang penghasilannya tinggi sebagai petani dan peternak. Keren karena sekarang jadi bintang media.
Bahkan karena profesinya sebagai petani justru di undang ke acara sekaliber Kick Andy. Satunya sebagai peternak milenial. Diundang oleh presiden ke istana negara. Diundang pula oleh Kick Andy show. Keduanya jadi duta tani millenial kementrian pertanian.
Saya memberikan contoh itu kepada guru penanya. Sekaligus untuk membangun kembali bakat terpendamnya. Meskipun terlambat, tetap lebih baik bakatnya juga bisa dikembangkan. Bisa untuk proses katarsis, syukur menghasilkan. Jadinya ada kantong penghasilan tambahan. Tentunya tanpa harus meninggalkan profesinya sebagai guru. Selain untuk bakti kepada orang tua. Juga sebagai proses pencerdasan generasi bangsa.
Terkadang kita miris, karena bakat bawaan justru ditumpulkan oleh orang terdekat. Padahal dalam kondisi tertekan orang akan kembali ke insting alaminya. Potensi bawaan itu seperti insting alami. Walaupun penggambaran ini tidak sepenuhnya benar. Terbukti pada guru penanya itu. Bisa jadi juga kita. Hanya tidak sadar saja.
Maka, mulailah dari kita untuk adaptif terhadap potensi bawaan. Saya tidak pernah bosan menyampaikan. Karena itu adalah bagian dari fitrah. Diinstal langsung oleh Sang Pencipta. Sejak kita masih dalam kandungan. Sebelum kita digerus oleh lingkungan yang menggemaskan.
Wallahu A'lamu Bish-Showab
Desa Menari, 17 Mei 2023
Kang Tris DM
Founder LPSDI Win Solution & Fasilitator Pemetaan Bakat
Posting Komentar untuk "MENUMPULKAN BAKAT ANAK"