EGO PENGASUHAN YANG MELUKAI JIWA

 

Contoh gambar dari Kapanlagi plus
Contoh gambar dari Kapanlagi Plus

 EGO PENGASUHAN YANG MELUKAI JIWA

Seorang sahabat mengeluhkan pola pengasuhan saudaranya. Keponakannya menjadi sangat cengeng. Tidak bisa kesentuh sedikit bisa nangis sejadi-jadinya. Tidak kebeneran sedikit ngambeg. Teman sepermainannya juga harus buat kesepakatan kalau mau main dengan keponakannya. Intinya jangan sampai nangis dan bilang ibunya. Karena kalau ini terjadi bisa bermasalah buat semua.

Kini keponakannya sudah kelas 6 SD dan mau masuk SMP. Tapi perilaku mudah menangis dan ngambeg belum bisa hilang. Tapi kini semakin sulit untuk dibilangi. Perilakunya menjadi agak otoriter. Kalau belajar dengan temannya, apalagi dengan usia dibawahnya maunya mengajari dan mengatur.

Tetapi kemampuan akademik sebenarnya tidak menonjol. Kalau ada orang yang mengajari untuk menjadi lebih baik dan benar. Keponakannya cenderung menghindar. Bahkan tetap bertahan dengan pengetahuan yang cenderung semau gue.

Saya agak tertegun mendengar curhatan sahabat tersebut. Saya tanya, bagaimana pola pengasuhan di keluarganya. Lantas sahabat saya ini mulai bercerita dengan agak sendu. Tampak dia sangat prihatin dengan kondisi keluarga dan keponakannya.

Sahabat ini melanjutkan. Ibu dari keponakannya adalah anak piatu. Diasuh oleh nenek dan budenya sejak masih bayi. Ayahnya telah menikah lagi dan tidak tinggal satu rumah dengannya. 

Ibu dari keponakannya cukup keras dalam mendidik anaknya. Salah sedikit langsung dibentak dengan penuh emosi. Bahkan itu bisa dilakukan di depan orang banyak. Selain itu menjewer dan mencubit adalah menu wajib bagi si ibu. Kalau anak belum diam dalam sesegukan si ibu seperti belum puas. Membandingkan anak dengan temannya seperti mantra rutin si ibu.

Saya mengambil nafas dalam, pertanda ikut prihatin dengan kondisi keponakan sahabat saya ini. Betapa luka jiwa yang membekas sungguh banyak. Kekeliruan pola pengasuhan yang bisa saja terjadi di banyak tempat. Orang tua menganggap dirinya selalu benar. Ini yang disebut sebagai authoritorian parenting.

Dampak dari authoritorian parenting sungguh memilukan. Kalau kita merujuk pada pendapat dr. Veruri Vorona Handayani dalam www.halodoc.com pada 24 September 2019. Ada lima dampak yang muncul yaitu ; takut berpendapat, tidak bisa membuat keputusan, agresif, mengganggu kesehatan mental, dan kurang memiliki motivasi.

Melihat dampak dari authoritorian parenting diatas. Kita lantas merenung bersama. Perilaku pengasuhan seperti ini masih banyak terjadi. Orang tua yang enggan belajar menjadi persoalan pokok. Disamping luka jiwa yang bisa jadi dialami oleh para orang tua. Luka jiwa yang belum disembuhkan akan senantiasa mencari pelampiasan. Disinilah problem populer anak-anak yang mengasuh anak. Harus ada keberanian orang tua untuk berubah dan mengakui kesalahan.

Persoalan ketiga adalah tidak dipahaminya potensi bawaan setiap anak. Dimana hal ini memuat sumber informasi yang kompleks. Terkait gaya komunikasi anak. Tentunya ini akan menentukan cara kita berkomunikasi dengan anak.

Berikutnya potensi bawaan juga mengungkap tentang cara anak merespon sesuatu dan sikap. Ini dikenal dengan istilah sumber motivasi bawaan. Disini orang tua mendapatkan informasi terkait bagaimana orang tua bersikap terhadap anak.

Bakat anak juga termuat dalam informasi potensi bawaan. Ini adalah keragaman yang wajar. Namun sayang tidak dipahami oleh kebanyakan orang tua. Akhirnya mereka mudah terjebak pada pamor yang menonjol dari bakat anak orang lain. Akhirnya itu menjadi figur idola. Anak dituntut dan di bandingkan dengan figur idola tersebut.

Persoalan keempat adalah doa negatif yang sering tidak disadari oleh orang tua. Orang tua sering tidak sadar membanding-bandingkan. Akhirnya sering lepas begitu saja bilang anaknya bandel, bodoh dan kata-kata negatif lainnya. Luka jiwa sebagai orang tua akan memori masa lalu yang bisa jadi itu dialami waktu masa kecil. Begitu juga lepas tanpa sadar seperti mantra yang mengunci langkah anak.

Sering kita menemukan orang tua yang terlihat religius. Rajin mendoakan anak di waktu-waktu khusus. Namun mereka masih dengan mudah melontarkan kata-kata negatif bagi anak. Hal ini sering muncul dari alam bawah sadar orang tua. Ini seperti perang doa, istilah saya. 

Lontaran energi doa yang muncul dari bawah sadar akan senantiasa lebih menang. Maka, kalau yang kuat adalah doa yang mewujud kata-kata negatif orang tua. Ini justru yang sering mewujud dalam kehidupan. Maka, kami sering menyampaikan untuk merevisi doa. Termasuk cara doa yang tepat.  Agar tidak terjadi perang doa yang merugikan. Biarkan doa menjadi selaras yang indah dan mengawal perjalanan anak.

Mengambil hikmah dari kasus pengasuhan yang disampaikan sahabat saya diatas. Kita mesti sama-sama berbenah. Terus belajar untuk siap menjadi orang tua yang mendekati ideal dalam pengasuhan. Akan seperti apa masa depan generasi mendatang. Apabila kasus orang tua kekanak-kanakan masih mewabah. Luka jiwa yang ikut melukai generasi penerus. Bukankah kebaikan masyarakat diawali dari kumpulan keluarga yang harmonis.


Wallahu A'lamu Bish-Showab

Desa Menari, 1 Juni 2023

Kang Tris DM

Pendiri LPSDI Win Solution & Fasilitator Pemetaan Bakat

Posting Komentar untuk "EGO PENGASUHAN YANG MELUKAI JIWA"