REFLEKSI JURU MOMONG DALAM KEHIDUPAN

 

REFLEKSI JURU MOMONG DALAM KEHIDUPAN

Pengasuhan adalah proses momong sepanjang hayat. Disitu terkandung unsur saling belajar. Antara juru momong dengan yang di emong. Orang tua adalah figur pamomong yang terus melekat. Tidak hanya saat anak masih kecil. Namun sampai anak telah tumbuh dewasa dan berkeluarga tetap dibutuhkan peran momong.

Momong sejatinya adalah proses spiritual. Karena menjalankan peran tarbiyah. Dimana tugas ini adalah turunan kecil dari kata Rabbi. Tugas Allah SWT salah satunya adalah sebagai pemelihara (Rab). Maka, sebagai juru momong atau pamomong harus belajar mengejawantahkan nilai-nilai keTuhanan dalam skala hamba.

Allah SWT sebagai pemelihara alam semesta termasuk manusia melakukan dalam kerangka keseimbangan. Maka Allah mendesain hasanah manusia juga dalam keseimbangan. Ada unsur dhohir dan ada unsur batin. Momong sebenarnya merupakan proses menjaga, merawat dan mengembangkan unsur dhohir dan batin.

Maka tugas mendidik dalam proses momong juga harus mengacu pada dua aspek pengembangan. Pertumbuhan aspek ruhani dan kejiwaan yang merupakan unsur batin harus bisa berkembang dengan baik. 

Manusia sebagai mahluk hidup di desain untuk mengikuti hukum alam menuju cahaya. Allah SWT adalah sumber cahaya. Maka, manusia yang sehat, ruhaninya akan tumbuh berkembang dan menguat mengikuti hukum-hukum Ke-Tuhanan.

Berikutnya adalah pertumbuhan kejiwaan. Ruhani yang sehat akan menuntun jiwa menuju sehat. Disinilah proses momong juga harus mengacu pada proses pertumbuhan jiwa yang sehat pula.

Dalam fase ini juru momong (orang tua dan pendidik) harus mengacu pada kaidah pertumbuhan jiwa. Bukan sekedar insting pengasuhan, karena ini hanya dimiliki binatang. Juga bukan sekedar naluri yang diwariskan dari generasi ke generasi. Karena banyak hal yang sudah berbeda. Disamping ada kasus-kasus ketidaktepatan pengasuhan dari generasi sebelumnya.

Juru momong harus belajar ilmu kejiwaan serta fitrah bawaan anak atau yang dikenal potensi bawaan. Agar terjadi pengasuhan yang selaras dengan fitrah pertumbuhan. Bukan terjebak pada pemaksaan kehendak yang menumpulkan kejiwaan anak. 

Kedua unsur batin ini ruhani dan kejiwaan harus beriringan. Karena ada kasus orang yang secara ruhani pribadi bagus. Tapi abai terhadap pertumbuhan jiwa anak. Ada juga yang bagus pendidikan kejiwaan. Tapi memisahkan unsur pertumbuhan ruhani. Biasanya akan terjadi splide atau keterbelahan kepribadian pada hal seperti ini. 

Sisi lain adalah memenuhi pertumbuhan aspek dhohir. Disini mengacu bagaimana anak dan lingkungan tumbuh dengan baik dan sehat. Tantangan era ini adalah menjamurnya makanan-makanan yang tidak sehat. 

Hal penting dalam pemenuhan pertumbuhan dhohir adalah halal dan thoyib. Halal merupakan hal yang tidak bisa ditawar. Karena kehalalan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan kejiwaan dan ruhani.

Ternyata halal saja tidak cukup, tetapi harus Thoyib. Thoyib itu seperti meletakkan sesuatu pada presisi yang tepat. Makanan instan kalau dalam proses ijin banyak yang sudah halal. Tapi bisa jadi tidak Thoyib karena memicu persoalan kesehatan dimasa mendatang.

Padahal dhohir yang bermasalah bisa memicu pula unsur batin menjadi bermasalah. Kita sering melihat, orang yang tidak sehat secara dhohir menjadi tidak sehat secara batin. Walaupun dalam contoh tertentu, sisi kebalikannya. Orang yang batinnya sehat meski dhohirnya sakit bisa tetap sehat batin. Bahkan bisa menguat unsur cahaya batinnya.

Merenungi dari apa yang kita diskusikan diatas. Sudah sewajarnya juru momong terus berproses menjadi baik. Agar Allah SWT memberikan ridho dan memprosesnya menjadi baik. Dalam hal ini, seorang juru momong harus terus belajar sepanjang hayat. Terutama untuk terus menguatkan sisi batin. Ditengah semakin melapuknya unsur dhohir diri. 


Wallahu A'lamu Bish-Showab

Limpung, 3 Juni 2023

Kang Tris DM

Pembelajar Kehidupan & Juru Momong


Posting Komentar untuk "REFLEKSI JURU MOMONG DALAM KEHIDUPAN"