SIKAP ANAK KOGNITIF MERASIONALISASI RASA SAKIT
Tulisan ini adalah pengalaman pribadi kami mengawal anak laki-laki yang bertipe kognitif. Peristiwa ini terjadi saat anak kami masih usia 5,5 tahun. Dimana secara mendadak anak kami minta untuk sunat. Sesuatu yang sangat jarang, bahkan tergolong langka di daerah kami. Karena kebanyakan anak-anak pada berani sunat ketika menginjak kelas 5 SD. Bahkan tidak jarang yang lulus SD juga baru sunat.
Kebetulan pada saat itu, kami sekeluarga menjenguk keluarga sepupu. Mereka baru saja selesai menyunatkan putranya yang lulus naik kelas 6. Badan kakak sepupu anak kami ini bongsor, tapi irit bicara. Kalau ditanya jawabnya cuma satu dua.
Tanu, begitu kami memanggil anak kami. Tanu mendekati Rizki kakak sepupunya. "Mas supit loro pora? ( Mas sunat itu sakit ndak?" tanya Tanu. Rizki menjawab datar "ora loro (tidak sakit)". Obrolan singkat mereka berlanjut tentang hal-hal seputar sunat.
Siang hari kebetulan kami sekeluarga ada agenda ke tempat Mbah Batang. Sepanjang perjalanan Tanu ngobrolin tentang sunat. Keinginannya untuk sunat terutarakan begitu saja. Ibunya menimpali, kalau Tanu mau sunat nanti dapat hadiah sepeda.
Kebetulan saat itu Tanu sedang ingin sepeda ontel. Sesuai pola yang kami lakukan. Biasanya kami minta nabung terlebih dahulu. Anak tipe kognitif mempunyai daya tahan untuk mencapai target. Tawaran kami sepeda gratis tanpa perlu nabung dengan syarat sunat. Ternyata itu ditanggapi serius oleh anak kami.
Sesampainya di Batang, Tanu langsung menyampaikan keinginannya ke Mbah Kakung untuk sunat. Tentu saja Mbah Kung kaget. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba minta sunat. Terlebih usianya masih 6 tahun kurang. Badannya juga kecil. Tapi keinginan Tanu begitu menggebu-gebu.
Akhirnya selepas sholat ashar, kami bersama Mbah kung dan om Heri mendatangi sebuah klinik. Dokter Berlian Yusuf pemilik klinik Berlian yang menemui kami langsung. Kami utarakan apa yang menjadi keinginan anak kami.
Dokter Berlian malah tersenyum takjub dan langsung memotivasi. Menjelaskan sunat yang sebaiknya memang dilakukan sejak dini. Tentang manfaat kesehatan. Serta kesempurnaan dalam menjalankan ibadah. Jadilah sore itu kami daftar untuk proses khitan.
Kami kembali ke Klinik Berlian Limpung selepas sholat magrib. Menunggu daftar antre, karena Dokter masih menangani pasien lain. Kami jalan-jalan sekitar klinik. Melihat mushola yang bersih dan luas. Bersanding dengan ruang aula yang biasa buat kajian agama secara rutin.
Proses khitan berlangsung selepas sholat isya. Saat khitan saya bersama om Heri berada di dalam bersama Dokter dan perawat. Tanu diminta naik ke dipan khusus. Kemudian Dokter Berlian mengajak Tanu berdoa. Dilanjutkan dengan hafalan surat-surat pendek yang dihafal Tanu.
Selama proses Tanu asyik hafalan. Dokter Berlian dengan cekatan dibantu asistennya melakukan proses khitan. Hanya menangis sebentar saat disuntik bius. Selebihnya tidak menangis dan segera selesai proses khitan. Kami pamit dari klinik dan kembali ke rumah Mbah kung.
Selama malam hari hanya rewel sebentar sampai jam 2 dini hari setelah efek bius hilang. Hari berikutnya sudah tidak rewel. Kami pulang ke Salatiga. Tidak menuju rumah, tapi langsung ke toko sepeda. Jadilah pulang dari Mbah kung Tanu pulang sudah berkhitan dan dapat sepeda.
Kisah nyata yang kami sampaikan tersebut adalah proses bagaimana anak kognitif melakukan tindakan. Dia menangkap informasi pertama dengan akal (otak). Ketika mendapatkan informasi yang benar. Momentum tepat apalagi masih kanak-kanak. Dibumbui dengan hadiah. Anak seperti ini akan bisa mengambil keputusan segera. Dia meminimalkan konsekuensi dengan informasi yang diterima.
Termasuk pada anak saya tersebut. Sunat seharusnya ya proses yang lumayan sakit. Tapi karena mendapatkan informasi dari saudaranya yang baru saja menjalani. Bahwa sunat itu tidak sakit. Menutup bayangan informasi dari animasi Upin Ipin yang menyatakan sunat itu seperti digigit harimau. Akhirnya anak saya bisa merasionalisasi rasa sakit. Juga tidak memunculkan trauma. Malah bersyukur karena dia sudah terbebas dari bayangan ketakutan sunat. Ini terjadi pada teman-teman sebaya dan atasnya yang sampai saat ini juga belum sunat. Takut sebagian alasan yang diutarakan. Disamping faktor sosial saat sunat yang harus dibarengi dengan acara tasyakuran.
Wallahu A'lamu Bish-Showab
Limpung, 2 Juni 2023
Kang Tris DM
Pendiri LPSDI Win Solution & Fasilitator Pemetaan Bakat
Posting Komentar untuk "SIKAP ANAK KOGNITIF MERASIONALISASI RASA SAKIT"