MEMBULI TANPA MENYADARI

 




MEMBULI TANPA MENYADARI

Sesi konsultasi hasil pemetaan potensi bawaan berlanjut. Begitu datang, seorang ibu mengeluhkan tentang anaknya yang sulit belajar matematika. Saya lihat ekspresi anaknya sejak datang memang tidak bisa los sewajarnya anak-anak. 

Saya hanya meraba sejak sebelum dilakukan pemetaan potensi bawaan. Jangan-jangan ada beban yang menumpuk. Belum terselesaikan tapi sudah ditambah beban lagi.

Ternyata anak tersebut sering mengalami kekerasan dalam kata-kata, dari orang-orang terdekatnya. Termasuk dari orang tuanya sendiri. Si  anak sering diingatkan dengan kata-kata anak  dasar malas. 

Payahnya, anak tersebut dari hasil pemetaan diketahui sumber motivasi bawaannya adalah afektif. Padahal orang afektif paling sensitif dan mudah down dengan kata-kata negatif. Bahkan hanya dingatkan soal pakaian saja bisa kepikiran.

Saya kemudian menggali sisi lain tentang kebiasaan maupun cita-cita. Sebelum saya bacakan tentang bakat alami yang ada. Karena si anak diikutkan ke sebuah klub olahraga. Namun sayang kurang bisa menonjol. Bahkan sisi-sisi lainnya melemah bisa jadi karena kelelahan mental.

Ibunya menyampaikan kalau putranya pernah bercita-cita jadi petani. Anaknya juga menyukai hewan dan tanaman. Tapi cita-cita tersebut langsung di bully oleh kakak-kakaknya.

Dibilang, cita-cita kok jadi petani. Tidak ada orang yang bisa sukses dan kaya karena jadi petani. Kakak-kakaknya pula yang menyuruh untuk ikut klub olahraga.   Sebagai anak afektif yang menghindari konfrontasi. Untuk cari aman maka cenderung akan mengikuti kemauan orang terdekat.

Saya kemudian membacakan tentang empat bakat teratas dari anak tersebut. Bakat tertinggi adalah naturalis. Dimana ciri menonjol orang naturalis itu menyukai hewan, tanaman ataupun obyek alam.

Anak naturalis adalah karakter tangan dingin. Kalau memelihara hewan atau bercocok tanam itu sangat cocok. Jurusan ketika belajar pun dibidang yang kaitannya peternakan, pertanian serta ilmu obyek alam.

Ibu dan bapaknya terperangah mendapatkan penjelasan hasil pemetaan tersebut. Berarti cita-cita anaknya sebenarnya sesuai dengan bakat alaminya. Namun melemah justru karena pengaruh lingkungan terdekat.

Belum terlambat Bu, karena ini masih kelas 5 SD. Mulai saat ini bisa dikawal cita-cita putranya. Bakat ini harus diubah menjadi kekuatan terlebih dahulu. Caranya berikan ilmu dan ketrampilan  yang sesuai bakat.

Ajak putra ibu berkenalan, syukur bisa nyantrik ke peternak atau petani sukses. Saya punya beberapa teman petani maupun peternak milenial yang sukses. Kalau Ibu mau bisa saya kenalkan kepada mereka. Mungkin selama ini kakak-kakaknya kurang mendapat informasi tentang petani yang sukses.

Kenapa putra Ibu juga tidak menonjol di klub olahraga yang diikuti. Karena tidak ada bakat kinestetik gerak sama sekali. Olahraganya diarahkan untuk kesehatan saja. Bukan untuk olahraga prestasi. Ajak olahraga yang obyek alam. Disitu akan memantik kreativitas putra Ibu. Begitu saya menjelaskan satu irisan bakat anak tersebut.

Apa yang bisa kita renungkan dari kisah nyata tersebut. Sering tidak disadari kasus bulliying itu terjadi dilingkungan terdekat. Hal ini bermula dari tidak mengenal lebih dalam tentang gaya belajar, sumber motivasi dan bakat anak. 

Sehingga standar penilaiannya adalah diri orang tua, kakak, maupun guru. Semakin kita mengenali karakter dasar, kita akan bisa bersikap dan bertindak dengan benar. Sebaliknya, semakin tidak mengenali. Akan mudah terjadi kasus bulliying meskipun tidak disadari. Akankah hal seperti ini dibiarkan?

Desa Menari, 16 Juli 2023

Kang Tris DM

Fasilitator Pemetaan Potensi Bawaan

Posting Komentar untuk "MEMBULI TANPA MENYADARI"