MOTIVASI YANG DILEMAHKAN
Saya masih terusik dengan rangkaian proses pemetaan potensi bawaan. Dimana saat sesi diskusi, maupun konseling banyak ganjalan yang meluap.
Mulai dari belum mengenal potensi bawaan baik anak maupun diri orang tua. Berdampak pada perlakuan yang kurang pas. Sesuatu yang tidak disadari namun berdampak negatif.
Termasuk saat beberapa guru datang ke rumah. Mengeluhkan tentang kondisi beberapa muridnya yang mogok belajar. Saya hanya tertegun sekaligus merasa terusik. Betapa hal basic dalam perbaikan SDM ini masih butuh proses panjang.
Mengkampanyekan tentang pentingnya potensi bawaan bukan perkara yang mudah. Karena ini membongkar paradigma banyak pihak. Mulai dari orang tua, tenaga pendidik, pemangku kebijakan serta para pihak yang berkepentingan dengan adanya SDM unggul.
Bermula dari kurang mengenal gaya belajar atau gaya komunikasi. Berdampak terhadap cara mengajar yang kurang sesuai dengan gaya siswa. Akibatnya penyerapan informasi pembelajaran yang kurang efektif.
Selanjutnya tidak mengenal sumber motivasi bawaan siswa. Mengakibatkan cara bersikap yang justru melemahkan motivasi seseorang. Hal ini sering menjadi kasus bulliying tanpa sadar. Celakanya ini bisa terjadi di rumah dan lembaga pendidikan.
Contoh yang sering muncul anak dikatakan malas, bodoh ataupun dibandingkan dengan anak lainnya. Kasus siswa mogok belajar sering terjadi karena hal sepele seperti ini. Kalau pas ketemu anak afektif ya bablas, jadi down beneran.
Anak kognitif memerlukan pembelajaran yang memicu target mereka. Diarahkan untuk membuat target tertulis. Sehingga mudah melakukan kontrol maupun monitoring ketika terjadi penurunan motivasi. Anak afektif memerlukan dukungan, pujian, bimbingan dan kata-kata positif.
Karakter anak kritikal lain lagi. Dia akan tumbuh melesat dalam suasana kompetisi yang sehat. Jangan keliru, anak afektif dipacu dengan kompetisi, yang ada malah melempem. Anak reflektif perlu adanya rangsangan hadiah. Meski itu hadiah hal yang sederhana. Meski sekedar diumumkan di depan kelas ataupun tepuk tangan.
Saya jadi terusik dengan salah satu judul buku karya Ratih D.Adiputri yang berjudul "Sistem Pendidikan Finlandia, Belajar Cara Mengajar" yang diterbitkan Gramedia. Dimana kita sering mendengar, Finlandia didaulat negara dengan sistem pendidikan terbaik.
Rupanya belajar cara mengajar ini menjadi kebutuhan mendesak. Kalau dalam bahasa lebih luas, belajar cara pengasuhan. Hal ini penting bagi orang tua, guru, maupun stakeholder pendidikan.
Bongkar pasang kurikulum dan konsep sebagus apapun. Tanpa revolusi cara mengajar akan menjadi ide tanpa aksi nyata yang bermakna. Dan ini bermula dari pengenalan potensi bawaan seseorang. Karena setiap orang membawa wataknya sendiri-sendiri.
Sejak kapan ini dimulai? Sedini mungkin. Orang tua harus gerak cepat. Masih ada orang tua yang berteriak lantang, tapi anak saya belum sekolah dan belum bisa baca.
Metode untuk mengenal potensi bawaan kan tidak perlu menunggu bisa membaca. Emang mau ujian, kok harus bisa baca dulu. Metode tes DNA, golongan darah, Psikobiometri kan tidak perlu mengisi soal.
Nanti kalau sudah waktunya baru bisa dikonfirmasi dengan metode psikotes. Karena beda metode, alat dan output yang dihasilkan. Keduanya saling melengkapi, bukan untuk dibandingkan maupun dipertentangkan.
Hati-hati, nanti menyesal dikemudian hari. Karena perlakuan yang salah anak kita jadi turun motivasinya. Kalau kebablasan ke perilaku yang kurang pas lainnya. Jadi rugi kan. Jangan mudah menghamburkan untuk kesenangan sesaat. Sedangkan hal penting dan basic dilupakan. Padahal sama-sama "Jer Basuki mawa beya". Artinya setiap kebaikan dan kesejahteraan ada biaya yang harus dikeluarkan.
Desa Menari, 17 Juli 2023
Kang Tris DM
Fasilitator Pemetaan Potensi Bawaan
Posting Komentar untuk "MOTIVASI YANG DILEMAHKAN"