SIKAP SAYANG YANG MENYAKITI
Sabtu sore 15 Juli 2023 sekitar pukul 15 an ,dua orang ibu paruh baya di temani suami dan tiga anak-anak datang ke desa menari. Mereka harus melewati kemacetan di pasar Getasan. Namun tekad mereka untuk bertemu dengan kami tak pantang surut. Mereka telah janjian sebelumnya, untuk melakukan pemetaan potensi bawaan putranya.
Begitu sampai, kami bertegur sapa sebentar. Langsung saja ya Bu, kami ambil data terlebih dahulu untuk putranya. Nanti ngobrol lebih lanjut setelah sholat ashar.
Kami langsung mengambil data yang diperlukan. Kelihatan terburu tanpa ba-bi-bu. Mengingat jam 16 team pusat analisis data harus melakukan perjalanan kereta. Saat ini beliau sudah berada di stasiun Purwosari Solo.
Begitu data selesai kami ambil, sembari menunggu hasil analisis data. Kami bersama-sama ke masjid Al Barokah. Kebetulan saat itu kumandang adzan sudah terdengar.
Begitu selesai sholat, kami lanjutkan untuk membacakan hasil. Disambung sesi konsultasi kepada anak dan orang tua. Seperti sebelum-sebelumnya, begitu kami membacakan tentang gaya belajar yang terungkap. Mereka seperti bercermin. Memang begitu adanya.
Lanjut kami sampaikan sumber motivasi bawaan. Keduanya dominan afektif. Kami tanyakan kepada orang tua yang mendampingi. Putranya agak baper njih Bu. Iya begitu pak, jawab si Ibu.
Lanjut kami sampaikan kalau putra ibu itu tidak mudah menerima kata-kata negatif. Wah, dirumah malah sering dikatain pemalas gitu pak. Saya lihat anaknya memang agak kurang bisa menyatakan ekspresi. Rupanya itu tumpukan akumulasi perlakuan.
Putra kedua ibu kakak beradik tersebut ternyata sama afektif. Hanya yang satu ada kognitifnya walaupun prosentasenya sedikit. Jadi perlu dibiarkan membuat target yang nyaman baginya. Sementara yang satu ada sisi reflektif, sehingga perlu ada pancingan hadiah.
Kedua anak kelas 5 SD tersebut sama-sama aktif di kegiatan olah raga. Satunya bulu tangkis, kemudian berganti sepakbola. Sedangkan satunya ikut dalam kelas beladiri Taekwondo.
Namun ternyata prestasi dalam bidang olahraga tersebut tidak bisa menonjol. Saya tanya, temennya banyak yang ikut sepakbola. Iya pak, jawabnya singkat. Anak afektif memang cenderung mengikuti trend yang ada pada teman-temannya.
Satu anak yang ikut beladiri, kata ibunya ndak naik-naik tingkat. Ternyata setiap ada ujian kenaikan tingkat. Harus dilakukan latihan tanding tidak pernah mau. Alasannya tidak tega dengan lawannya.
Sampai pembacaan hasil bakat bawaan. Ternyata tidak ada sisi kinestetik gerak pada kedua anaknya. Makanya tidak bisa menonjol pada sisi olahraga.
Sesi berlanjut pada ngobrol santai tentang pengasuhan di rumah. Termasuk di sekolah. Karena salah satu ibu adalah guru di tempat kedua anak tersebut menempuh pendidikan.
Menjelang sesi akhir tergurat penyesalan pada kedua orang tua tersebut. Karena perlakuan selama ini justru menumpulkan potensi anak. Disisi lain juga merasa lega dan plong. Karena sudah tahu harus bersikap yang tepat untuk selanjutnya.
Mungkin ada diantara kita para orang tua. Belum mengenal secara lebih jauh putra-putrinya. Ada pepatah " tak kenal maka tak sayang". Tidak mengenalnya sifat dan potensi anak. Justru berdampak pada perilaku menyakiti dengan dalih kasih sayang. Adakah diantara kita yang masih seperti itu?
Desa Menari, 16 Juli 2023
Kang Tris DM
Fasilitator Pemetaan Potensi Bawaan
Posting Komentar untuk "SIKAP SAYANG YANG MENYAKITI"