SUDAMANDA, SEBUAH PEMBELAJARAN MENUJU HASIL
Sudamanda atau ditengal juga dengan engklek. Dolanan tradisional yang terngiang waktu kecil. Jenis suda Manda juga sangat beragam. Ada sudamanda saruk, gunung, sawah, pesawat. Anak-anak ditempat saya sekarang malah ada suda Manda pesawat, Upin Ipin, robot.
Rupanya trend sudamanda juga dinamis mengikuti perkembangan zaman. Namun apapun itu, saya secara pribadi merasa senang. Karena masih ada geliat dan gairah nguri-uri dolanan jadul. Ditengah gempuran kemajuan digital.
Sudamanda sendiri mengandung beberapa pesan moral yang bisa digali.
1. Fase mencapai tujuan
Permainan sudamanda mengajarkan fase pencapaian tujuan. Dimulai dari melangkahkan kaki ke berbagai fase. Kembali untuk menuju titik awal. Kemudian mengarahkan gacok ke petak berikutnya.
Gacok biasanya terbuat dari pecahan genteng. Melompat dari satu tahapan ke tahapan berikutnya. Semakin jauh bertambah panjang langkah yang harus digapai. Bahkan sering harus diawali dengan berlari.
Pembelajaran yang sungguh menarik. Hidup itu berproses dari langkah sederhana. Semakin lama semakin komplek. Daya penting diri juga harus ditingkatkan.
Tidak cukup melompat dari posisi awal. Tapi harus berani berani berlari jauh dari belakang untuk melewati tantangan. Ini mengajarkan pentingnya mengoptimalkan segala daya untuk melewati rintangan.
2. Taat pada aturan
Setiap jenis sudamanda memiliki aturan berbeda. Seseorang akan memainkan pertandingan apabila taat pada aturan. Ketika sengaja membuat aturan sendiri, akan menyebabkan kacaunya proses dan tatanan.
Hidup itu menjadi indah dan berwarna karena mengikuti aturan. Karena hanya manusia yang mau mengikuti prosedur Sang Maha Pengatur. Hidupnya akan teratur dan mujur.
3. Berorientasi pada pencapaian
Misal sudamanda sawah, targetnya memiliki sawah yang banyak. Sudamanda uang targetnya memiliki pundi-pundi uang yang banyak. Sudamanda gunung ya sampai merengkuh gunung.
Permainan ini mengajarkan tentang semangat mencapai hasil maksimal. Orientasinya pada pencapaian target. Tantangan seberat apapun akan berusaha dilewati. Karena terlihat target yang ada di depan mata.
4. Mengawal Cita-cita
Hidup tanpa cita-cita adalah hidup tanpa gairah. Stagnan dan membosankan. Maka imajinasi tentang nama-nama sudamanda itu sangat unik. Menggambarkan proses cita-cita kolektif dan adaptif.
Dulu waktu saya kecil, namanya sudamanda masih obyek-obyek alam, ada sawah, gunung dan lainnya. Karena saat itu masih sangat agraris. Saat ini namanya sudah berbeda. Meski cara permainan sama. Namun obyek cita-citanya berbeda. Ini yang dikatakan, setiap anak ada zamannya.
5. Menghormati kepemilikan
Kotak yang sudah dimenangkan lawan tidak bisa diterobos. Harus dilewati, dan tidak menginjak. Artinya, kita hidup berdampingan dengan kepemilikan orang lain. Berani menerobos akan mati.
Kalau ditarik lebih luas pada kehidupan. Carut marutnya kehidupan itu karena melanggar hak orang lain. Sikat sana sikut sini berakibat semrawut. Ujungnya rugi sendiri.
Menghormati kepemilikan orang lain adalah cara untuk tetap berlangsungnya tata kehidupan yang harmonis. Melanggar hak orang lain sama halnya sedang mengurangi haknya. Sayangnya ini jarang dimengerti.
Desa Menari, 20 Juli 2023
Kang Tris DM
Pegiat Desa Menari
Posting Komentar untuk "SUDAMANDA, SEBUAH PEMBELAJARAN MENUJU HASIL"