TAMUNYA DUNIA

 


Semua dari kita pernah merasakan pengalaman sebagai tamu. Saat bertamu ke seseorang, bisa jadi muncul kekaguman pada diri kita. Bahkan kemudian membanding-bandingkan dengan apa yang ada di rumah.

Seolah semua yang terlihat begitu berbeda. Apa yang disajikan terasa nikmat. Meskipun itu sesuatu yang biasa. Bahkan mungkin sudah biasa kita rasakan di tempat kita masing-masing.

Mengapa muncul perasaan seperti itu? Karena kesiapan dan ketulusan si tuan rumah untuk menyambut tamu. Hal ini akan membuat tamu merasa betah untuk berlama-lama.

Namun kita mesti menyadari, sebetah apapun kita bertamu tetap ada batasannya. Waktunya pulang juga harus pulang. Bahkan dalam Islam batasan maksimal bertamu adalah tiga hari. 

Segala keindahan yang terlihat di tempat bertamu tetap akan kita tinggal. Karena itu semua bukan milik kita. Kesadaran ini perlu kita bawa dalam proses pertumbuhan spiritual kita.

Hidup di dunia ini seperti selayaknya bertamu saja. Pak Guru menyampaikan ini sebagai panduan untuk kita belajar ikhlas. Karena dengan menjalankan ikhlas kita akan selamat dari jebakan iblis. 

Bagaimana caranya? Yaitu dengan melatih untuk tidak merasa memiliki dalam hidup. Kita bisa merujuk kembali pada QS.2:255. Semua yang di langit dan di bumi adalah milik Allah. 

Langkah operasional agar tidak merasa memiliki adalah dengan menyadari, saat kita lahir di dunia, ternyata dunia sudah ada. Kita lahir tanpa membawa apa-apa. Dunia diciptakan sebagai sarana kehidupan kita.

Berarti keberadaan kita di dunia ini adalah sebagai tamu, begitu Pak Guru melanjutkan. Sebagai tamu, maka sebenarnya kita tidak memiliki apapun terhadap dunia.

Lantas bagaimana dengan orang yang merasa memiliki? Tentu dia akan terjebak dalam angan-angan semu. Karena semua akan berakhir ketika batas bertamu kita sudah berakhir.

Orang yang melekat dengan dunia tentu akan tersiksa ketika saatnya pulang tiba. Karena ternyata seindah apapun yang dinikmati dan disajikan di dunia ya sebatas seperti bertamu saja. 

Maka, mari belajar untuk hidup yang wajar. Yaitu dengan menyadari bahwa kita adalah tamunya dunia. Orang yang sampai pada kesadaran ini, maka dia tidak merasa memiliki apapun. 

Saat pulang dia tidak merasa kecewa atas apa yang ada, karena semua hanya sebatas pandangan saja. Orang seperti meresapi betul sebuah pesan tua "ini semua akan berlalu."

Wallahu A'lamu Bish-Showab

Di ujung sore Desa Menari, 30 Juli 2024

Merenungi Pelajaran ke 5 dari Pak Guru Antono Basuki


Kang Tris

Murid Sekolah Kehidupan


Posting Komentar untuk "TAMUNYA DUNIA"